A.
Pengertian Dan
Dasar Hukum Ariyah
1.
Pengertian
Ariyah
Menurut etimologi, ariyah (العارية) adalah diambil
dari kata (عار) yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat
ariyah berasal dari kata (التعاور) yang artinya sama dengan (التناول او التناوب) artinya menukar dan mengganti, yakni dalam
tradisi pinjam-meminjam.
Menurut terminologi syara Ulama Fiqih berbeda pendapat
dalam mendefinisikannya, antara lain:
a.
Menurut Syakhasi
dan Ulama Malikiyah
تَملِيكُ
الْمَنفَعَةِ بِغَيرِ عَوضٍ
Artinya
:
Pemilikan
atas manfaat (suatu benda) tanpa mengganti.
b.
Menurut Ulama
Syafi’iyah dan Hanbaliyah
اِبَاحَةُ
الْمَنْفَعَةِ بِلَا عَوضٍ
Artinya:
Pembolehan
untuk mengambil manfaat tanpa pengganti.
c.
Menurut Ulama
Hanafiyah
تَمْلِيكُ
الْمَنَافِعِ مَجَانًا
Artinya
:
Pemilikan
manfaat secara Cuma-Cuma.
Dalam pelakasanaanya, ariyah diartikan
sebagai perbuatan pemberian milik untuk sementara waktu oleh seseorang kepada
pihak lain, pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta
mengambil manfaat dari harta yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan.
Pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang
diterimanya itu kepada pihak pemberi. Inilah kira-kira gambaran dari
pinjam-meminjam (ariyah). Oleh sebab itu, Para Ulama biasanya mendefinisikan
ariyah itu sebagai pembolehan oleh seseorang untuk dimanfaatkan harta miliknya
oleh orang lain tanpa diharuskan memberi imbalan. Akad ini berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk
mengambil manfaat dari suatu benda. Sedangkan hibah mengambil dari zat benda
tersebut.
Dalam ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
dijumpai ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : “ pinjam-meminjam adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah tertentu barang-barang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
macam dan keadaan yang sama pula.
2.
Dasar Hukum
Ariyah
Adapun landasan syara atau dasar hukum yang
dapat dijadikan pedoman ariyah adalah :
a.
Al Qur’an
Dasar
hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup tolong-menolong serta
saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Pada surat al-maidah ayat kedua
allah berfirman :
Yang Artinya :
“ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Dalam
surat al-Nisa’ ayat 58 Allah berfirman :
Yang Artinya:
“sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menunaikan amanah
kepada yang berhak menerimannya.”
Bila Seseorang tidak mengembalikan waktu peminjamannya atau menunda
waktu pengembaliannya, berarti ia berbuat khianat. Serta berbuat maksiat kepada
pihak yang sudah menolongnya. Perbuatan seperti ini jelas bukan merupakan suatu
tindakan terpuji, sebab selain ia tidak berterima kasih kepada orang
yang menolongnya, pihak peminjam itu sudah menzalimi pihak yang sudah
membantunya. Ini berarti bahwa ia telah melanggar amanah dan melakukan suatu
yang dilarang agama.
Sebab perbuatan yang seperti itu, bertentangan
dengan ajaran Allah yang mewajibkan seseorang yang menunaikan amanah seta
dilarang berbuat khianat.
b.
Al-Hadits
Keterangan hadits Rasulullah SAW mengenai pinjam meminjam antara
lain :
عَن
اَبِي مَسعُودٍ اَنَ النَّبِي ص ل : قَالَ مَامِن مُسلِمٍ يُقْرِضُ مُسلِمًا قَرضًا
مَرَّتَينِ اِلَّا كَانَ كَصَدَقَتِهَامَرَّةً
Artinya :
” dari sahabat
ibnu mas’ud bahwa nabi Muhammad SAW bersabda: tidak ada seorang muslim yang
meminjami muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya seperti shodaqoh.”
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
اَلْعَارِيَةُ
مُؤَدَّاةٌ وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ وَالدَّينُ مَقضِيٌ
Artinya: “Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin
sesuatu harus membayar dan hutang itu wajib dibayar.”
B.
Rukun Dan
Syarat Ariyah
1.
Rukun Ariyah
Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa rukun
ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan
merupakan rukun ariyah. Menurut Syafi’iyah, dalam ariyah disyaratkan adanya
lafadz shigot akad, yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang
meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan milik barang
bergantung pada adanya izin.
Secara umum, jumhur ulama’ fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah ada
empat, yaitu : mu’ir (peminjam), musta’ir(yang meminjamkan), mu’ar(yang
dipinjamkan), sighot, yakni sesuatu yang menunjukan kebolehan untuk mengambil
manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
2.
Syarat ariyah
Ulama Fuqoha mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:
a.
Mu’ir berakal
sehat
Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak
dapat meminjamkan barang. Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh,
sedangkan ulama’ lainnya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang
yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil,
bukan orang bodoh.
b.
Pemegang barang
oleh peminjam
Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah
memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah.
c.
Barang
(musta’ar) dapat dimanfaatlan tanpa merusak zatnya, jika musta’ar tidak dapat
dimanfaatkan akad tidak sah.
Menyangkut lafal, hendaklah ada pernyataan tentang pinjam meminjam
tersebut. Namun demikan, sebagian ahli berpendapat bahwa perjanjian pinjam
meminjam tersebut sah walaupun tidak dengan lafal. Tetapi untuk kekuatan dan
kejelasan akad haruslah menggunakan lafal yang jelas dalm pinjam meminjam.
3.
Syarat sahnya
ariyah
Untuk sahnya ariyah, ada empat yang wajib dipenuhi:
a.
Pemberian
pinjaman hendaknya orang yang layak berbaik hati. Oleh karenanya ariyah yang
dilakukan orang yang sedang ditahn hartanya tidak sah.
b.
Manfaat dari
barang yang dipinjamkan itu hendaklah milik dari yang meminjamkan. Artinya
sekalipun orang itu tidak memiliki barang, hanya memiliki manfaatnya saja, dia
boleh meminjamkan. Contohnya penyewa, dia boleh meminjamkan barang yang dia
sewa. Sebaliknya orang yang meminjam tidak boleh meminjamkan barang yang dia
pinjam kepada orang lain. Karena dia bukanlah pemilik manfaat barng tersebut.
Dia hanya diperbolehkan saja mengambil manfaatnya. Orang yang diperbolehkan
tidaklah berarti memiliki. Dan oleh karenanyan dia tidak berkuasa memindahkan
keizinan tersebut kepada orang lain. Dengan alasan, bahwa seorang tamu tidak
diperkenankan memberi suguhan kepada orang lain. Bahkan tidak dibenarkan dia
member makan, meski hanya kepada seekor kucing yang kebetulan lewat.
c.
Barang yang
dipinjamkan hendaklah ada manfaatnya, maka tidak sah meminjamkan barang yang
tidak berguna, karena sia-sia saja tujan peminjaman itu.
d.
Barang pinjaman
harus tetap utuh, tidak boleh rusak setelah diambil manfaatnya, seperti
kendaraan, pakaian maupun alat-alat lainnya. Maka tidak sah meminjamkan
barang-barang itu sendiri akan tidak utuh, seperti meminjamkan makanan, lilin
dan sebagainya. Karena pemanfaatan barang-barang konsumtif ini justru terletak
dalam menghabiskannya. Padahal syarat sahnya ariyah hendaklah barang itu
sendiri tetap utuh.
C.
Obyek Ariyah
Para
ulama menetapkan bahwa ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat
diambil manfaatnya dan tanpa merusak
zatnya. Berkaitan dengan obyek yang menjadi sasaran transaksi, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1.
Harta yang
dipinjamkan itu mestilah milik atau harta
yang berada di bawah kekuasaan pihak yang meminjamkan. Sedangkan tidak berhak
meminjamkan sesuatu yang bukan miliknya atau yang tidak dibenarkan
kekuasaannya. Disisi lain, pihak peminjam juga tidak dibenarkan meminjam
sesuatu benda kepada oaring lain, bila ia tahu bahwa orang tempat ia meminjam
itu tidak punya kekuasaan atas benda yang ingin dipinjamnya.
2.
Obyek yang dipinjam
itu mestilah sesuatu yang bias dimanfaatkan, baik pemanfaatan yang akan
diperoleh itu bentuk materi ataupun tidak. Tidak ada artinya meminjamkan
sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat kepada pihak peminjam, seperti
meminjamkan uang yang sudah tidak punya nilai lagi.
Pemanfaatan harta yang dipinjam itu berada dalam ruang lingkup
kebolehan. Pada bentuk ini terkandung makna bahwa tidak boleh meminjamkan
sesuatu kepada seseorang yang bertujuan untuk maksiat, baik pemanfaatan untuk
maksiat itu dating dari pihak yang meminjamkan atau pihak peminjam. Ajaran
agama jelas menutup segala jalan yang mengarah kepada tujuan tidak terpuji, dan
karena itu tidaklah dibenarkan meminjamkan sesuatu benda panjam kepada pihak
lain bila barang pinjaman itu akan digunakan untuk berbuat maksiat.
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun profit,bergabung sekarang juga dengan kami
BalasHapustrading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009