Rabu, 13 Juni 2012

ASURANSI SYARIAH


ASURANSI SYARIAH
Pengertian Asuransi (at-Ta`min)
Pengertian Asuransi (Konvensional)
Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda
disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeurbagi penanggung,dan geassureerde bagi tertanggung.
Banyak definisi tentang asuransi (konvensional), menurut Robert I. Mehr  asuransi adalah A device for reducing risk by combining a sufficient number of exposure units to make their individual losses collectively predictable. The predictable loss is then shared by or distributed proportionately among all units in the combination (Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektive dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut)
Mark R. Greene mendefenisikan asuransi sebagai  An economic institution that reduces risk by  combining under one management and group of objects so situated that the aggregate accidental losses to which the group is subject become predictable within narrow limits. ( Institusi ekonomi yang mengurangi resiko dengan menggabungkan dibawah satu menegemen dan kelompok obyek dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang mana diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil).Sedangkan C Arthur Williams Jr. dan Richard M. Heins, melihat asuransi dari dua sudut pandang, pertama adalah  Insurance is the protection against financial loss by an insurer (Asuransi adalah perlindungan terhadap resiko finansial oleh penanggung), sedangkan kedua adalah  Insurance is a device by means of which the risks of two or more persons or firms are combined through actual or promised contributions to a fund out ofwhich claimants are paid (Asuransi adalah alat yang mana resiko dua orang atau lebih atau perusahaan-perusahaan digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti atau yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk membayar klaim)
Definisi asuransi sebetulnya bisa diberikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial, ataupun berdasarkan pengertian matematika. Itu berarti bisa lima definisi bagi asuransi.Tidak ada satu definisi yang bisa memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang unik, yang didalamnya terdapat kelima aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi, hukum, sosial, bisnis, dan aspek matematika.
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 2  Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian: “Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung       mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Sedangkan  ruang lingkup Usaha Asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
2.1.2          Pengertian Asuransi (Syari`ah)
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta`min, penanggung disebut mu`ammin, sedangkan tertanggung disebut mu`amman lahu atau musta`min . At-Ta`min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah:
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy,106:4).
Dari kata tersebut muncul kata-kata yang berdekatan seperti:
al-amanatu minal khaufi ) : aman dari rasa takut
al-amanatu dhiddal khiyanah ) : amanah lawan dari khianat
al-imanu dhiddal kufur ) : iman lawan dari kufur
i’thoul amanah/al-amana ) : memberi rasa aman
Dari arti terakhir diatas, dianggap paling tepat untuk mendefinisikan istilah At-Ta`min, yaitu:
“Men-ta`min-kan sesuatu, artinya adalah: seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan “seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya”
Ada tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar yaitu al kifayah (kecukupan) dan al amnu(keamanan). Sebagaimana firman Allah swt: “…Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”, sehingga sebagian masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan, mereka menyebutnya dengan al amnu al qidza`I (aman komsumsi). Dari prinsip tersebut Islam mengarahkan kepada ummatnya untuk mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri dimasa mendatang atau untuk keluarganya sebagaimana nasehat Rasul kepada Sa`ad bin Abi Waqash agar mensedekahkan sepertiga hartanya saja selebihnya ditinggalkan untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban masyarakat
Al-Fanjari  mengartikan tadhamun, takaful, at-ta`min atau asuransi syariah  dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab sosial. Ia juga membagi ta`min ke dalam tiga bagian, yaitu ta`min at-taawuniy, ta`min al tijari, dan ta`min al hukumiy
Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa , makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya,asuransi adalah cara atau metoda untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktifitas ekonominya.
Husain Hamid Hisan , mengatakan Asuransi adalah sikap ta`awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh perserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian asuransi adalah ta`awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta`awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka.
Dalam bukunya `Aqdu at-Ta`min wa Mauqifu asy-Syari`ah al Islamiayah Minhu , az Zarqa juga mengatakan, sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum (syariah) adalah sebuah sistem ta`awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung, dengan cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpa musibah. Pengganti tersebut diambil dari kumpulan premi-premi mereka. Mereka (para ulama ahli syariah) mengatakan bahwa dalam penetapan semua hukum yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan ekonomi, Islam bertujuan agar suatu masyarakat hidup berdasarkan atas asas saling menolong dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
Dengan demikian maka asuransi dilihat dari segi teori dan sistem, tanpa melihat sarana atau cara-cara kerja dalam merealisasikan sistem dan mempraktekkan teorinya, sangat relevan dengan tujuan-tujuan umum syariah dan diserukan oleh dalil-dalil juz`inya. Dikatakan demikian karena asuransi dalam arti tersebut adalah sebuah gabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia, tujuannya adalah menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang menimpa sebagian mereka, dan jalan yang mereka tempuh adalah dengan memberikan sedikit pemberian (derma) dari masing-masing individu.
Asuransi dalam pengertian ini dibolehkan, tanpa ada perbedaan pendapat. Tetapi perbedaan pendapat timbul dalam sebagian sarana-sarana kerja yang berusaha merealisasikan dan mengaplikasikan teori dan sistem tersebut, yaitu akad-akad asuransi yang dilangsungkan oleh para tertanggung  bersama perseroan-perseroan asuransi.
Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi defenisi tentang asuransi sebagai berikut: Asuransi syariah (Ta`min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha  saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi diatas nampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan “ta`awun”, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko).
Oleh sebab itu, premi pada Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru`. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta Asuransi Syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan Tabarru` adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).
Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah

Suatu 
Investasi Syariah diperbolehkan secara syari, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Asuransi/
Investasi Syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman, “Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”

2. 
Investasi Keuangan Syariah tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah (Syariah Jakarta).

3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat (
Keuangan Syariah).

4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.

5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.

6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

Ciri-ciri asuransi syari’ah

Asuransi syariah (
Investasi Syariah Jakartamemiliki beberapa ciri, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.

2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama?ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

3. Dalam asuransi syari’ah (
Investasi Keuangan Syariah ) tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

4. Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba.

5. Asuransi syariah (
Keuangan Syariahbernuansa kekeluargaan yang
kental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar